Jumat, 23 Mei 2008

Seabad Budi Utomo - Tepatkah 20 Mei Jadi Harkitnas ?


Laporan Aboeprijadi Santoso (wartawan Radio Nederland) dari Jakarta 21-05-2008
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyambut ulang tahun seabad Hari Kebangkitan Nasional Harkitnas tanggal 20 Mei kemarin, dengan seruan "Indonesia Bisa!". Kata-kata ini diserukannya sampai tiga kali untuk mengajak seluruh bangsa bersemangat optimistis. Celakanya, menjelang kenaikan harga BBM ini, khalayak umum malah menyindir Harkitnas sebagai hari keterpurukan nasional di bawah SBY-JK ("Susah Bbm, Ya Jalan Kaki saja!"). Koresponden Aboeprijadi Santoso pada perayaan harkitnas di museum sekolah kedokteran STOVIA di Kwitang, Jakarta mewawancarai sejarawan Rushdy Hussein.Sejarawan Rushdy Hussein menunjuk, hari lahir Boedi Oetomo 20 Mei 1908 pertama kali dirayakan pada tahun 1948, ketika Republik yang baru ini, terancam terpuruk akibat perpecahan. Kini, harkitnas jadi kontroversi. Presiden Soekarno pada tahun 1948 sudah mengimbau agar tanggal tersebut kelak ditinjau kembali. Jadi, 20 Mei belum tentu tepat sebagai lambang kebangkitan nasional.
Rushdy Hussein [RH]: Ya, hati saya juga melankolik dalam rangka peringatan 100 tahun ini. Sesungguhnya ada yang perlu kita garisbawahi. Kita itu melaksanakan peringatan baru 60 kali.
Aboeprijadi Santoso [AS]: Artinya yang pertama kali tahun 1948.
RH: Tahun 1948. Jadi, ketika itu Hatta baru saja diangkat sebagai perdana menteri, akhir bulan Januari. Amir Sjariffudin sudah selesai. Ketika itu golongan oposisi yang berseberangan dengan pemerintah mengadakan apa yang disebut FDR, Front Demokrasi Rakyat, yang menyatakan pemerintah salah jalan. Perjanjian Renville itu satu kesalahan besar yang merugikan republik.
AS: Perjanjian Renville kan ditandatangani oleh Amir Sjariffudin, pemimpin FDR?
RH: Betul. Amir Sjariffudin menyesal menandatangani hal tersebut. Karena itu memperburuk keadaan. Membuat sebetulnya keadaan republik ini sudah jatuh ketiban tanggal pula. Jadi pada saat itu ada eksponen para elite Indoneisa awal, adalah Ki Hadjar Dewantoro, pendiri Indische Partij dan satu lagi adalah dokter Radjiman. Keduanya itu menghadapi menteri PDK Mr. Ali Sastroamidjojo, membicarakan keterpurukan republik pada tahun 1948. Dan rupa-rupanya hal itu dibawa kepada Bung Karno dan Perdana Menteri Hatta. Lalu mereka mencari acuan supaya bangsa ini bisa termotivasi, mau menyatukan pikiran. Karena republik pada tahun 1948 di pinggir jurang. Seperti telor di ujung tanduk. Dan memang dalam proses kita akan ditiadakan oleh Belanda yang sudah bekerjasama dengan negara-negara bagian, tentunya ya. Kemudian dicarilah dan disepakati bahwa peristiwa lahirnya Boedi Oetomo tanggal 20 Mei 1908 diangkat sebagai hari kebangunan nasional. Dan proses selanjutnya adalah membentuk panitia, ketuanya adalah Ki Hadjar sendiri dan anggotanya semua partai politik. Dengan harapan partai politik yang lagi bertengkar ini di dalam wadah itu bisa memiliki kesatuan pendapat melawan Belanda. Misalnya wakil Ki Hadjar adalah Tjoegito, PKI, kemudian dari Masyumi juga, dari PNI, alhasil acara itu diselenggarakan tingkat nasional dan internasional. Di Surakarta itu ada satu monumen, namanya Patung Lilin, Persatuan Partai Politik Indonesia. Kumpulan partai-partai politik. Tugu Lilin itu pada tahun 1933 dilarang oleh Belanda. Nah, tahun 1948 ini menarik, ketika kita dalam situasi yang mencekam, di Solo itu banyak pasukan Hijrah, Siliwangi dan sedikit banyak terjadi konflik juga dengan pasukan yang ada di sana. Itu bisa mengadakan satu pawai bersama. Mengadakan acara-acara pertandingan- pertandingan, ziarah ke makam-makan. Alhasil 20 Mei tahun 1948 itu ada citra barulah, pemikiran-pemikiran baru.
Nah, yang perlu dipertanyakan adalah kenapa Boedi Oetomo. Yang menarik adalah ketika resepsi malam hari, Bung Karno berpidato yang namanya satu machtspolitiek, bagaimana kita menghidupkan semangat politik golongan rakyat untuk melawan Belanda.
AS: Machtspolitiek, politik kekuasaan?
RH: Politik kekuasaan dan tentu bagaimana persatuan. Persatuan kesatuan ini menjadi begitu penting pada saat itu ya. Karena kita tidak memiliki apa-apa kecuali persatuan. Tapi dia menggarisbawahi, andaikata bisa diselenggarakan peringatan kebangkitan nasional ini pada tahun-tahun mendatang, cobalah dievaluasi setiap 10 tahun. Maksudnya tentu, apakah benar mengambil angka 20 Mei itu, artinya lahirnya Boedi Oetomo itu tepat. Itu yang dia mau bicarakan. Dan rupa-rupanya kita lupa, sampai hari ini tetap saja secara tradisional menggunakan istilah itu kan lahirnya Boedi Oetomo. Ini menimbulkan polemik sekarang-sekarang ini. Setelah zaman Reformasi, apa betul?
AS: Kira-kira menurut Bung Karno apa yang layak merupakan lambang kebangkitan nasional?
RH: Itu dia mengkaitkan dengan lahirnya elite Indonesia moderen. Sebelum abad ke 20 perjuangan kita bersifat kedaerahan, bersifat kekuatan fisik tanpa memperhitungkan kekuatan otak. Jadi hanya otot yang dipertaruhkan.
AS: Cara tentaralah, ya?
RH: Tentara. Dan orang lupa, perjuangan fisik dengan menggunakan senjata moderen, itu baru sebatas otot, belum otak. Tapi 1908 senang atau tidak senang itu sudah menggambarkan bahwa otak Gerakan etis itu antara lain dengan warna-warni ereschuld itu memunculkan satu peristiwa besar, yaitu pendidikan bagi semua orang di Hindia. Tanpa pilih bulu. Dan pendidikan itulah sebetulnya yang menyadarkan orang
Keterangan gambar : peringatan Kebangkitan Nasional pertama tanggal 20 Mei 1948

0 komentar:

Posting Komentar

◄ New Post Old Post ►