Rabu, 16 September 2009

Prof Slamet Iman Santoso

Prof. Slamet Iman Santoso 1907-2004
Oleh Prof Dr Sarlito Wirawan Sarwono
03 November 2007
Beberapa mahasiswa di tahun 1960-an (ketika saya masih kuliah di Fakultas Psikologi UI) pernah menyebutnya "si Kelinci", bukan karena telinganya atau giginya yang seperti kelinci, melainkan karena bajunya yang selalu putih-putih dan rambutnya yang juga putih, sehingga seperti kelinci putih. Dan memang sejak saya mengenal beliau di tahun 1961 (saya mulai menjadi mahasiswa psikologi UI), sampai terakhir kali saya (sebagai dekan Fakultas Psikologi UI) menengok beliau pada bulan Maret 2003 (dalam rangka Dies Fakultas Psikologi UI ke 50), saya tidak pernah melihat beliau berbusana selain putih. Tetapi buat saya, putih bersih itu bukan hanya menunjukkan keunikkan berbusana (kondangan ke pengantin pun tetap serba putih, bahkan mobilnya pun VW Kodok warna putih), melainkan mencerminkan kebersihan hatinya.
Saya selalu ingat salah satu ajaran beliau, "Jadi orang itu harus pintar dan jujur. Orang pintar tetapi tidak jujur akan jadi penipu; orang jujur yang tidak pintar selalu ditipu; sedangkan orang bodoh dan tidak jujur paling-paling jadi maling ayam yang tertangkap pula".
Ucapan beliau itu bukan seperti ucapan kebanyakan selebritis zaman sekarang (dari artis sampai politisi) yang hanya jadi hiasan bibir belaka. Pak Slamet (demikian para mahasiswa memanggilnya) sendiri adalah seorang yang sungguhsungguh bersahaja dan konsisten, serta konsekuen dengan ucapan-ucapannya. Salah satu konsekuensinya adalah beliau tidak pernah jadi rektor UI (apalagi jadi menteri), walau pun sudah berkali-kali menjabat sebagai Pembantu Rektor I, bahkan pernah menjadi Pejabat Ketua Presidium IKIP Jakarta.
Beliau adalah seorang yang sangat lurus, walau pun jarang sekali beliau mengucapkan "ikhdinaz sirotol mustakim", apalagi menghujani mahasiswanya dengan ayat-ayat yang tidak dimengerti, baik oleh umat maupun oleh pengucapnya sendiri. Tetapi justru hal yang tidak diinginkan Pak Slamet itulah yang sekarang menjadi kenyataan. Negara kita diatur oleh orang-orang pintar yang tidak jujur, sehingga banyak orang yang pandai membaca seribu ayat kitab suci, tampil bersorban dan berjanggut, namun juga melakukan KKN, rebutan jabatan, atau melakukan terorisme atas nama agama.
Di sisi lain, Indonesia sekarang juga dikelola oleh orang-orang bodoh yang tidak jujur. Celakanya, di era reformasi ini mereka tidak cukup puas jadi maling ayam, tetapi mereka bisa juga menduduki kursi legislatif dan eksekutif, sehingga tidak mengherankan jika banyak undang-undang dan peraturan yang justru bisa mengherankan orang-orang yang masih berakal sehat.
Kecemasan Pak Slamet tentang masa depan bangsa sudah timbul sejak ia membacakan pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Psikiatri Fakultas Kedokteran UI di Fakultas Teknik UI, Bandung (sekarang ITB) pada tanggal 3 Maret tahun 1952. Pada waktu itu beliau menyatakan bahwa masalah bangsa yang pada waktu itu sedang mengalami transisi dari era kolonial ke era kemerdekaan, tidak mungkin ditangani oleh para psikiater sendiri. Psikiater hanya bisa mengobati orang-orang dengan gangguan kejiwaan pada masa itu, namun tidak bisa menanganinya sampai tuntas.
Psikiater, misalnya, harus menangani berbagai masalah yang timbul akibat gagalnya sistem pendidikan sehingga banyak murid yang drop out, namun psikiater tidak bisa membantu para guru untuk melaksakana penddikan yang sesuai dengan perkembangan jiwa anak.
Demikian pula psikiater bisa mengurangi gejala stres pada para pejabat yang pada waktu itu harus mengisi pos-pos penting yang ditinggalkan Belanda, sementara mereka sendiri hanya mantan tentara revolusi yang tidak berpengalaman dan/atau berpendidikan.
Namun psikiatri tidak bisa memecahkan masalah "the right man in the right place". Maka dalam pidatonya itu ia mengusulkan agar di UI ada pendidikan psikologi, yang diawali pada tahun 1953 (dianggap sebagai lahirnya Fakultas Psikologi UI), dengan pembukaan Balai Psikoteknik di UI yang mendidik asisten psikolog. Balai psikoteknik ini kemudian menjadi Jurusan Psikologi dari Fakultas Kedokteran UI, dan pada tahun 1960 menjadi Fakultas Psikologi UI yang berdiri sendiri.
Dalam pidatonya sebagai Doctor HC dalam bidang psikologi, pada tanggal 3 Maret 1973, Prof. Dr (HC) dr. R. Slamet Iman Santoso mengulangi lagi komitmen dan harapannya pada psikologi di Indonesia. Beliau mengatakan daam pidatonya tersebut, "Sekalipun semua usaha sosial di Indonesia mempunyai potensi nation building, namun ilmu Psikologilah yang langsung menghubungi manusia Indonesia, baik yang muda maupun yang tua, baik yang tidak mau berubah, maupun yang saking berubahnya sampai tergelincir. .... Justru dalam negara yang kebudayaan terbentang antara jaman batu di Irian Barat, sampai jaman nuklir dan ruang angkasa, maka peran Psikologi adalah sangat perlu untuk menjadi perantara dalam hal modernisasi".
Sekarang ilmu Psikologi yang pertama sekali dicanangkan oleh pak Slamet itu sudah menjadi ilmu yang mapan dan Alumninya sudah ribuan, tersebar di seluruh Indonesia dan dihasilkan oleh puluhan (konon sudah mencapai angka 70) program studi di berbagai Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta.
Pertanyaan kita sekarang adalah mengapa justru pada saat imu Psikologi di Indonesia sedang menuju puncak, kondisi bangsa malah terpuruk sampai tingkat yang paling rendah (antara lain menjadi salah satu negara terkorup dan paling sadis di dunia, di samping juga paling miskin). Apakah Pak Slamet telah salah ketika ia mulai menggagas tentang perlunya pendidikan psikologi di Indonesia 52 tahun yang lalu? Tentu saja tidak. Di berbagai negara maju, psikologi telah dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan manusia, mulai dari pendidikan, sampai dengan periklanan dan konseling perkawinan. Tetapi orang Indonesia nampaknya memang belum siap betul menerima masukan dari psikologi. Sebagai contoh adalah kebijakan pembangunan bangsa, yang menurut psikologi, sejak Repelita I, seharusnya berfokus pada manusia (pendidikan berkualitas tinggi, gaji dan kesejahteraan yang mencukupi, kesempatan untuk berkembang dan berkarir yang sehat). Dalam praktiknya, dengan alasan keterbatasan dana dan sebagainya, maka pembangunan fisiklah yang diutamakan.
Akhirnya pemerintah Suharto tumbang sebagai sebuah rezim yang paling dinista oleh rakyatnya sendiri. Tetapi rezim-rezim yang berikut (Habibi, Gus Dur sampai Megawati), juga tidak terlalu menganggap penting psikologi, karena asyik dengan permainan mereka masing-masing, mulai politik sampai klenik. Bagaimana dengan era SBY-JK? Walau telah diawali dengan tragedi rebutan kursi di DPR, nasib bangsa kita pasti akan membaik jika saja kita mau melaksanakan amanat Prof. Dr (HC) dr. R. Slamet Iman Santoso: fokus pada pembangunan manusia (baca: pendidikan), jadikan bangsa ini sebagai bangsa yang tidak hanya pandai, tetapi sekaligus juga jujur. Diambil dari
http://sarlito.hyperphp.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=12

Minggu, 13 September 2009

Ramadhan antara kuantiti vs kualiti

Sirah mencatatkan bahawa Rasulullah s.a.w hanya merasai 9 kali sahaja kefardhuan puasa di bulan Ramadhan. Jika mengikut kuantiti, barangkali ada di antara kita umat Islam yang sudah berkali ganda lebih banyak berpuasa jika dibandingkan dengan baginda s.a.w. Mungkin sudah sekali ganda kepada mereka yang sudah bertemu 18 kali puasa Ramadhan, atau telah 2 kali ganda jika sudah bertemu 27 kali puasa Ramadhan atau 3 kali ganda jika sudah bertemu 36 kali puasa Ramadhan.

Puasa Ramdhan diwajibkan pada bulan Syaaban tahun ke-2 Hijrah. Adapun Rasulullah s.a.w. wafat pada tahun ke-11 Hijrah. Ini bermakna baginda s.a.w. hanya sempat bertemu 9 kali Ramadhan sahaja. Kewajipan puasa Ramadhan berlaku sebulan selepas peralihan arah kiblat dari menghadap ke Baitulmaqdis di Palestine ke Kaabah di Mekah. Iaitu selepas 18 bulan Rasulullah s.a.w berhijrah dari kampung kelahirannya di Mekah ke Madinah al-Munawwarah.

Andai hari ini seorang Islam telah berumur 40 tahun maka sebenarnya dia sudah berpuasa Ramadhan sebanyak 30 kali (tolak 10 tahun sebab belum baligh), membayar 40 kali zakat fitrah dan telah beribu kali kita menunaikan solat. Jika kita menghitung 5 kali solat sehari semalam dan didarabkan dengan 365 hari kali dalam setahun dan kemudian dikalikan dengan tempoh umurnya selama 30 tahun. Itu jika seseorang yang sudah berumur 40 tahun. Cuba bayangkan pula jika orang yang sudah sampai melewati umur 60 tahun. Maknanya dia sudah bertemu 50 kali bulan Ramadhan, sudah 60 kali membayar zakat fitrah dan entah berapa banyak kali dia sudah mengerjakan solat. Bahkan mungkin sudah dua tiga kali menunaikan ibadat haji.

Jika dicongak-congak nombor-nombor tersebut, sudah berapa banyak pahala yang kita sudah dapat jika dengan selama umur kita yang panjang ini kita lakukan setiap ibadat-ibadat ini dengan sebaik-baik mungkin. Sebagus-bagus yang boleh. Yang paling cemerlang dan yang terbaik. Tentulah cukup banyakkan?

Namun, kita semua perlu sedar bahawa kaedahnya bukan dikira siapa yang paling banyak tetapi siapa yang terbaik dan terbagus. Ya, siapa yang paling baik dan paling cemerlang. Firman Allah yang bermaksud Untuk menguji kamu siapa yang paling baik di antara kamu dari segi amalan. (Surah al-Mulk: ayat 2)

Apa ertinya kita banyak mendirikan solat banyak, banyak berpuasa, sering sedekah dan pergi berulang alik menunaikan ibadat haji, jika semua ibadat yang dikerjakan ini tiada berkualiti dan tidak bagus. Mendirikan solat lima waktu sehari semalam tanpa khusyuk, menunaikan haji tetapi tidak beroleh yang mabrur dan rajin berpuasa tetapi sekadar puasa dengan semata-mata tidak makan dan tidak minum.

Oleh sebab itulah kita ingin sama-sama bermuzakarah, bersoal-jawab, bertazkirah dan saling ingat mengingati saling saling berpesan-pesan. Berpesan-pesan perihal ibadat puasa Ramadhan yang kita lakukan hanya sebulan dalam setahun ini. Semuanya hanya semata-mata untuk kita menambah baguskan ibadat puasa Ramadhan kita ini.

Kita bukan mahu membicarakan berapa banyak kita sudah bertemu Ramadhan atau saling berbangga dengan banyak Ramadhan yang telah kita lalui, tetapi kita hendak muhasabah sejauh mana kualiti puasa Ramadhan yang telah kita lalui dan yang sedang kita lalui ini.

Semoga kita dapat melakukan yang terbagus dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan kerana Allah amat suka kepada para hambanya yang melakukan sesuatu pekerjaan dengan tekun dan bersungguh-sungguh.

Seperti yang telah disebutkan bahawa Allah mewajibkan puasa Ramadhan pada tahun yang kedua hijrah. Setelah 15 tahun usaha dakwan baginda s.a.w. Puasa Ramadhan belum difardhukan semasa era dakwah di Mekah berbanding ibadat solat yang mula difardhukan ketika peristiwa Israk dan Mikraj semasa baginda s.a.w di Mekah.

Mengapakah perintah puasa ini datang lewat? Datang selepas 15 tahun lamanya selepas Rasulullah s.a.w berdakwah mengajak orang Arab kepada Islam. Apakah sebab memerlukan masa yang begitu lama sebelum difardhukannya?

Ini kerana mendidik nafsu adalah antara sepayah-payah perkara, maka kewajipan berpuasa adalah lewat iaitu selepas peristiwa hijrah. Selepas jiwa umat Islam terdidik kukuh dalam perkara tauhid, solat dan perintah-perintah al-Qur’an.

Sehingga kini pun kita sering tertewas dengan nafsu. Nafsu yang mengajak kepada perbuatan yang tidak baik. Pada bulan Ramadhan ini kita dilatih untuk berlawan dengan musuh kita iaitu nafsu kerana pada ketika ini syaitan sedang dibelenggu. Sepanjang Ramadhan kita diajak untuk menundukkan nafsu kita yang mendorong kepada keburukan.

Nafsu kita mendorong untuk kita berboros atau berbelanja berlebih-lebihan di bazaar Ramadhan, bermalas-malas dalam melakukan ibadat seperti membaca al-Qur’an, bersolat Terawih, bersedekah kepada orang kurang bernasib baik, bertahajjud di malam hari, menunjuk-nunjuk dengan pakaian baru kepada orang lain dan sebagainya.

Bukankah di penghujung ayat 183 dari surah al-Baqarah, Allah telah menyatakan yang bermaksud “supaya kamu bertaqwa”. Ya, dengan kamu berpuasa “supaya kamu bertaqwa”. Inilah misi mengapa kita diwajibkan berpuasa. Takwa ialah benteng. Benteng yang menjaga diri kita daripada melakukan perkara yang boleh mengundang murka Allah dan azab siksaan-Nya, dengan melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya.

Adapun semata-mata kita menahan diri daripada makan dan minum sahaja, maka puasa kita itu belum betul-betul sempurna dan layak mendapat pahala terbaik. Bukankah nabi s.a.w telah mengingatkan kita yang berpuasa tetapi tidak mampu meninggalkan kata-kata dusta, keji maka lebih baiklah tidak berpuasa.

Marilah kita menjadikan peluang puasa Ramadhan kali ini dengan sebaik-baiknya. Dengan sebaik-baiknya untuk kita menundukkan nafsu agar kita dapat beroleh takwa. Kita berusaha melawan nafsu yang mengajak kepada keburukan, kita berusaha membangunkan takwa dalam diri semoga menjadikan puasa kita puasa yang terbaik dan benar-benar berkualiti menurut apa yang dituntit oleh Tuhan.

Senin, 07 September 2009

Mengapa Soekarno "Ganyang Malaysia" ?


Ini disebkan paling tidak karena Soekarno merasa terhina dan terkalahkan dalam percaturan politik Internasional. Awalnya semuanya berkisar pada cita-cita Tungku Abdulrachman (Perdana Menteri Malaya yang merdeka tanggal 31 Agustus 1957) sejak awal 60-an untuk menciptakan Federasi Malaysia (tdd Malaya, Singapura, Serawak Sabah dan Berunai). Indonesia tidak setuju karena ini cuma akal-akalan Inggris untuk mempertahankan Neo Kolonialismenya dengan maksud menggencet Indonesia disegala bidang, khususnya ekonomi. Tapi tanpa persetujuan Indonesia, Federasi Malaysia berdiri juga pada tanggal 16 September 1963. Alhasil naik turunya politik Asia Tenggara juga berpengaruh pada negara-negara dikawasan tersebut. Pada suatu waktu tiba-tiba Indonesia yang penggagas Asia-Afrika mulai dicuekin oleh sejumlah negara yang pernah berkumpul di Bandung tahun 55 itu. Bukan tidak mungkin banyak negara Asia-Afrika ex jajahan Inggris bersimpati pada Malaysia. Bayangkan dalam Peringatan Ulang Tahun ke 10 Konperensi AA di Jakarta pada bulan April 65 tamu anggota yang hadir cuma 36 negara dari 60 anggota. Dan tiba-tiba Yang paling menyakitkan Soekarno juga adalah terpilihnya Malaysia sebagai anggota Dewan Keamanan PBB tidak tetap. Ini sudah benar-benar penghinaan yang kelewatan pikir Soekarno. Maka ditetapkannya Indonesia keluar dari PBB dan didirikannya CONEFO dengan pusatnya di Jakarta (gedungnya sekarang jadi DPR RI). Tentu saja sejumlah besar negara komunis mendukung. Dibentuknya garis Jakarta Peking Pyongyang. Optimisme Soekarno bukan tidak punya alasan. Bukankah kita baru berhasil menyelenggarakan TRIKORA sehingga Irian kembali. Indonesia memiliki kekuatan militer yang tidak ada taranya saat itu di Asia tenggara. Dan politik dalam negeri juga sedang kuat-kuatnya khususnya atas dukungan mayoritas golongan komunis dan nasionalis. Bukankah rakyat Brunai (katanya) menolak masuk federasi dan disana ada Azhari (bukan Dr Azhari teroris) pemimpin pemberontak yang sejalan pikirannya dengan kaum revolusioner ditanah air. Apa boleh buat kita "Ganyang saja Malasia ini". Di Jakarta diselenggarakanlah demo besar-besaran. Kedutaan besar Inggris didemo dan diduduki. Simbol kerajaan di congkel dan diinjak-injak. Rumah-rumah warga negara Malaysia dan Inggris diserbu (terbanyak oleh Pemuda Rakyat) dan aset milik Ingrris dan Malaysia diambil alih. Dinyatakan menjadi milik Indonesia. Saat itulah Duta Besar Inggris Gilchrist jadi bulan-bulan dimana dirinya dituduh memilik dokumen berisi usaha menghancurkan RI yang jatuh ketangan Waperdam - Menlu Dr Soebandrio. Keadaan memanas dibidang politik ini bukan tidak diikuti konfrontasi fisik. Sejumlah pasukan Indonesia secara sporadis sudah mendarat di wilayah Malaysia. Mereka melakukan sabotase. Dan pasukan Indonesia darat, laut dan udara sudah disiagakan penuh diperbatasan. Andaikata saat itu Soekarno bilang "serang Malaysia", pasti daratan Malaysia sudah diserbu. Tapi keadaan dalam negeri Indonesia saat itu tidak pas. Keadaan sosial ekonomi amat buruk. Ditambah lagi politik yang sangat tidak menguntungkan. Terjadi kucing-kucingan antara kelompok Komunis dan anti Komunis, khususnya antara PKI dan antek-anteknya dengan TNI khususnya Angkatan Darat. Hal ini oleh Soekarno tidak mampu diatasi. Bahkan menurut sejarawan John D. Legge, Politik Konfrontasi bukan dijalankan karena ulah Tungku Abdulrachman dan Inggris, tapi karena strategi politik Soekarno terhadap kebijakan luar negerinya sekaligus mengalihkan perhatian situasi nasional yang buruk dengan harapan justru akan memunculkan persatuan dalam negeri yang menguntungkan semua pihak di Indonesia termasuk meningkatkan semangat nasionalisme. Sejarah konfrontasi yang menurut pihak Sukarnois amat gilang gemilang akhirnya hancur lebur dengan peristiwa G30S PKI dan Soeharo muncul bersama orang dekatnya seperti Adam Malik dan Ali Murtopo diadakanlah Kunjungan Muhibah ke Malaysia. Proyek OPSUS ini mendatangkan semua yang menjadi begitu indah dan gemulai, Abdu Rachman, Razak dan sejumlah petinggi Indonesia, makan nasi minyak dan sejumlah gulai ala Malasia, sambil menyaksikan keprigelan penari Melayu (bukan Lenso) dengan dendang Pak Ketipak Ketipung. Damai-damai kita serumpun..bukaan ?. Bukan hal aneh kalau Malaysia sekarang dianggap kurang ajar macam sekarang oleh Indonesia. Indonesia memang orang yang cinta damai barangkali.

Sabtu, 05 September 2009

Pandai Berpidato atau Pandai Beramal?

Bulan Ramadhan menjadi medan yang subur untuk saya membaca. Tentunya yang utama adalah membaca al-Qur'an, namun saya sempat juga menjamah beberapa buku lainnya.

Dalam rihlat bacaan saya kali ini, telah menyentap jantung saya apabila saya terbaca satu kata-kata daripada seorang pendakwah Ariffin Ilham yang berbunyi

"Bagaimana rakyat negara ini mahu maju sekiranya para tokoh dan alim ulamak hanya pandai berpdato tetapi tidak pandai beramal?"

Ya... satu teguran hebat untuk direnungi bersama.

Ramadhan adalah bulan yang bisa menjadi magnet untuk kita beramal. Mari kita terus beramal dan beramal. Kalaulah Ramadhan tidak mampu menarik kita beramal, bulan yang mana lagikah untuk kita harapkan...

Tahu hasil kemenangan atau bagaimana mereka menang?

Bulan Ramadhan telah menjadi saksi kepada beberapa kemenangan tentera Islam dalam sejarah.

Antara yang paling masyhur, tentulah Perang Badar selain Pembukaan Kota Mekah, Perang Ain Jalut dan Pembukaan Armenia.

al-Maklum pada tanggal 17 Ramadhan ialah tarikh berlakunya peristiwa Perang Badar walaupun di negara kita tarikh 17 Ramadhan ini lebih dikaitkan dengan peristiwa nuzul al-Qur'an.

Saya teringat ketika saya dan rakan-rakan di bumi Mafraq, Jordan kira-kira 10 tahun yang lalu. Kami menyusun program menyambut Nuzul al-Qur'an pada malam 17 Ramadhan tetapi penceramah yang dijemput iaitu syaikhuna Doktor al-Qadir bin Abdul Rahman al-Saadi mengubah kepada perbicaraan Perang Badar. Baginya 17 Ramadhan adalah tarikh memperingati Perang Badar.

Ramai penceramah apabila menceritakan sejarah Perang Badar ini hanya menceritakan perihal suasana perang, bilangan tentera Islam dan musuh, perlawanan satu lawan satu antara kedua belah pihak, bantuan Malaikat daripada Allah, Rasulullah mengambil pendapat dari Muhajirin dan Ansar untuk berperang, bilangan tentera Islam yang syahid dan jumlah kematian tentera kafir, peranan Abu Sufyan dan Abu Jahal, perihal tawanan musuh dan catatan hasil 'kemenangan' tentera Islam dalam perang tersebut.

Ya, memang semua ini penting bagi membangkitkan rasa bangga kita di atas kemenangan tentera Islam pimpinan Rasulullah pada bulan Ramadhan tahun 2 hijrah. Tentera yang hanya berjumlah 315 orang mampu mengalahkan tentera yang 3X ganda lebih ramai.

Tetapi yang perlu juga diuar-uarkan bukan semata-mata 'hasil kemenangan' yang dicapai kerana ramai antara kita yang telah tahu perkara tersebut sekian lama.

Yang perlu kita lebih tahu ialah bagaimana persedian Rasulullah saw dan para sahabat dalam menghadapi perang tersebut.

Sebagaimana diriwayatkan bagaimana Rasulullah bersolat di bawah sebatang pokok dan menangis sehingga waktu subuh. (Hayatus sahabat: al-Solat fi sabilillah)

Bagaimana Rasulullah berdoa mengadap kiblat lalu berkata " Wahai Tuhan! Tunaikanlah apa yang Engkau telah janjikan kepadaku. Jika Engkau binasakan kumpulan ini (tentera Islam) maka Engkau tidak akan disembah lagi di atas muka bumi ini selama-lamanya"

Beginilah persediaan tentera Islam menghadapi perang. Mereka bangun malam, berdoa, mengalirkan air mata berdoa pada yang Maha Agung, membaca al-Qur'an.

Ketika semakin hampir antara tentera Islam dan tentera Rom dalam Perang Yarmuk, al-Qubuqlar yang menjadi ketua Rom telah mengutus seorang lelaki Arab. Kemudian beliau bertanya "Siapakah di belakangmu?"

Lelaki itu menjawab "Mereka adalah para rahib di waktu malam dan para pejuang di waktu siang"

Begitulah ketika bertanya Hercules "Bagimanakah kamu boleh tewas?" Menjawab salah seorang pembesar mereka "Kerana mereka mendirikan malam (qiamullail) dan berpuasa di siang hari"

Ayuh... peranan kita adalah bukan semata-mata menghebahkan kemenangan dan kehebatan umat Islam yang telah tercatat kukuh dalam lembaran sejarah tetapi perlu membongkar 'sebab-sebab' yang membawa kemenangan dan kehebatan tersebut.

Agar menjadi ikutan kita semua...

Kehebatan luaran adalah lahir dari kehebatan dalaman. Lavar gunung berapi hanya akan muntah lalu menyuburkan tanah-tanah di sekitarnya hasil menggelegaknya api yang berada di dalamnya.

Selasa, 01 September 2009

Sidang KNIP pertama yang gaduh itu

Badan KNIP sesuai dengan UUD 1945 adalah hanya sekedar pembantu Presiden. Republik Indonesia belum memiliki badan legislatif sebagaimana mestinya negara Demokrasi. Setelah para anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dilantik tanggal 29 Agustus 1945 di gedung kesenian Jakarta. Pada tanggal 16 dan 17 Oktober 1945, sidang KNIP pertama diadakan bertempat di Balai Muslimin jalan Kramat Raya Jakarta. Sidang dipimpin Kasman Singodimedjo. Soekarno tidak hadir, tapi Hatta hadir. Demikian pula sebagaian besar menteri hadir. Sidang hari pertama ini sangat gaduh tidak menentu. Nampaknya para pemuda-mahasiswa yang sudah tidak puas pada golongan tua yang membuat gaduh. Meskipun demikian sidang bisa mengambil keputusan guna meminta hak legislatif kepada presiden sebelum MPR dan DPR terbentuk. Rapat berkali-kali ditunda guna merumuskan apa yang diinginkan para hadirin. Karena keadaan masih tetap kacau, Kasman yang tidak dapat menguasai keadaan menyerahkan pimpinan sidang kepada Adam Malik sebagai wakil ketua III. Menanggapi semua kejadian diatas, akhirnya pada hari itu juga selaku pimpinan pemerintah, Wakil Presiden Mohammad Hatta menerbitkan maklumat no X. Isinya antara lain, kepada KNIP sebelum terbentuknya MPR dan DPR diserahkan kekuasaan legislatif, ikut menetapkan Haluan Negara, serta untuk kegiatan sehari-hari ditunjuk sebuah Badan Pekerja (BP) yang bertanggung jawab kepada KNIP. Keesokannya, tanggal 17 Oktober 1945 sidang dilanjutkan, dipimpin Latuharhary. Acaranya, mendengarkan pidato Soekarni. Soekarni mengusulkan agar perjuangan RI menjadi lebih Revolusioner. Katanya: KNIP harus mempunyai pimpinan yang yang bertanggung jawab dan birokrasi bertele-tele harus dihapuskan dari sistim kerja KNIP. Sekalipun ada usaha dari Sartono dan Latuharhary untuk membela pimpinan KNIP lama (Kasman) dan membela pemerintah, namun sebagian besar anggota sidang setuju agar pimpinan KNIP lama mengundurkan diri dan diganti oleh orang baru. Saat itulah nama Sjahrir dan Amir Sjarifudin disebut-sebut untuk menjadi pimpinan baru. Mereka dicari utusan KNIP dan diundang datang ke Balai Muslimin serta ditunjuk selaku formatir pada pembentukan Badan Pekerja (BP) KNIP. Itulah karir awal Sjahrir pasca Proklamasi dan merupakan pembuka jalan menuju korsi Perdana Menteri. Gambar atas : Kasman tampak sedang berpidato selaku ketua KNIP. Gambar bawah : Soekarni berpidato agar Republik Indonesia lebih Revolusioner.
◄ New Post Old Post ►
 

Copyright 2012 Liputan Sejarah Indonesia: September 2009 Template by Bamz | Publish on Bamz Templates