Kamis, 26 Februari 2009

Tabiat yang Kita Warisi

Oleh H. ROSIHAN ANWAR
ORANG Indonesia sekarang tidak ingat lagi atau tidak tahu pamflet historis yang ditulis oleh Sutan Sjahrir, disiarkan tanggal 10 November 1945 –lima hari sebelum diangkat jadi perdana menteri pertama Republik Indonesia. Buku kecil berjudul “Perdjoeangan Kita” (PK) berisi gambaran tentang keadaan bangsa Indonesia pada akhir pendudukan Jepang selama 3,5 tahun dan pada awal zaman revolusi perjuangan kemerdekaan. Sjahrir waktu itu berusia 36 tahun. Pamfletnya terbit bertepatan dengan meletusnya pertemuan di Surabaya antara pemuda Indonesia dengan tentara Inggris. Dalam “Perdjoeangan Kita” Sjahrir melukiskan kekacauan yang menjalar terus, setelah kekuasaan Jepang runtuh dan pemerintah Republik Indonesia yang baru diproklamasikan masih lemah. Terjadi pembunuhan bangsa asing seperti Belanda, Indo, Tionghoa, juga bangsa sendiri Ambon, Manado. Terjadi perampokan dan penggedoran yang dapat dimengerti bila mengingat kemiskinan dan kegelisahan rakyat akibat penindasan militer Jepang. Dalam perjuangan itu pemuda ikut serta memenuhi panggilan kebangsaan. Bagaimana penilaian Sjahrir terhadap mereka? “Pemuda kita itu umumnya hanya mempunyai kecakapan untuk menjadi serdadu yaitu berbaris, menerima perintah menyerang, menyerbu, dan berjibaku dan tidak pernah diajar memimpin. Oleh karena itu dia tidak berpengetahuan lain. Cara dia mengadakan propaganda dan agitasi pada rakyat banyak itu seperti dilihatnya dan diajarnya dari Jepang yaitu fasilitas. Sangat menyedihkan keadaan jiwa pemuda kita,” tulis Sjahrir. Dari sejarah kita ketahui Jepang melatih pemuda dalam barisan pemuda Seinendan, barisan Kepolisian Keiboodan, tentara pembela tanah air (Peta), pasukan pembantu tentara Jepang (Heijoo). Betul, pemuda mendapat kemampuan dan pengalaman militer, tahu mempergunakan senjata, tapi sebagai gejala sampingan dia memperoleh tabiat dan sikap fasis.
Sjahrir mengatakan, “Di seluruh kehidupan rakyat kita, terutama di desa, alam kehidupan serta pikiran orang masih feodal. Penjajahan Belanda berpegang pada segala sisa-sisa feodalisme itu untuk menahan kemajuan sejarah bangsa kita. Penjajahan Belanda itu mencari kekuatannya dengan perkawinan ratio-modern dengan feodalisme Indonesia, menjadi akhirnya contoh fasisme yang terutama di dunia ini. Fasisme di tanah jajahan jauh mendahului fasisme Hitler ataupun Mussolini. Sebelum Hitler mengadakan kamp konsentrasi Buchenwald atau Belzen, Bovan-Digul sudah lebih dahulu diadakan. Oleh karena itu, maka pergerakan rakyat kita dari sejak mula di dalam menentang penjajahan asing sebenarnya menentang feodal-birokrasi, dan akhirnya otokrasi dan fasisme jajahan Belanda.”Sikap fasis Pendapat yang menimbulkan kebencian terhadap Sjahrir dari pihak politisi ialah “bahwa revolusi kita harus dipimpin oleh golongan demokratis yang revolusioner dan bukan oleh golongan nasionalistis yang pernah membudak kepada fasis-fasis lain, fasis kolonial Belanda atau fasis militer Jepang. Orang-orang ini harus dianggap sebagai pengkhianat perjuangan. Sekalian politieke collaboratoren dengan fasis Jepang harus dipandang sebagai fasis sendiri”. Akibat pendapat tadi beberapa menteri kabinet Soekarno seperti Mr. Ahmad Subardjo, Mr. Iwa Kusumasumantri, Abikusno mengambil sikap oposisi frontal terhadap PM Sjahrir. Wartawan yang meliput sidang KNIP (Komite Nasio-nal Indonesia Pusat) yang berfungsi sebagai parlemen bulan November 1945 di mana beleid politik PM Sjahrir dibicarakan tentu ingat bagaimana Abikusno Tjokrosuyoso mantan Menteri Pekerjaan Umum “mengamuk” dalam ruangan bekas AMS Salemba Batavia, hanya karena dianggap sebagai kaki tangan Jepang. Menurut Sjahrir, gerakan kebangsaan yang memabukkan dirinya dengan nafsu membenci bangsa-bangsa asing untuk mendapat kekuatan niscaya pada akhirnya akan berhadapan dengan seluruh dunia dan kemanusiaan. Nafsu kebangsaan yang pada mulanya dapat merupakan suatu kekuatan itu, mesti tiba pada satu jalan buntu dan akhirnya mencekik dirinya sendiri dalam suasana jibaku. Kekuatan yang kita cari adalah pada pengorbanan perasaan keadilan dan kemanusiaan. Hanya semangat kebangsaan yang dipikul oleh perasaan keadilan dan kemanusiaan dapat mengantar kita maju di dalam sejarah dunia. Nyata pula bahwa kaum pemuda, terutama yang terpelajar yang sekarang berkobar-kobar dengan semangat kebangsaan tak akan dapat menjalankan terus kewajibannya sebagai perintis, jika semangat kebangsaannya itu tidak diisi dengan semangat kerakyatan dan semangat kemasyarakatan, demikian tulis Sjahrir pada tahun 1945. Kendati itu cerita dan masalah dari 60 tahun yang lampau, namun pokok-pokok pikiran yang diutarakan oleh Sjahrir tadi masih relevan sebagai bahan masukan untuk memahami dan menilai keadaan kita dewasa ini. Peringatan Sjahrir terhadap bahaya dan ancaman fasisme, keprihatinannya terhadap sikap dan mentalitas fasis yang berkembang di kalangan pemuda masa itu, tidak boleh kita abaikan begitu saja. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa fasis berarti penganut fasisme, dan kata fasisme bermakna prinsip atau paham golongan nasionalis ekstrem kanan yang menganjurkan pemerintahan otoriter. Tidak usahlah kita menggunakan istilah fasis melulu dalam kaitan dengan suatu paham atau prinsip serta sistem politik tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari orang bisa berkata “Kamu fasis”, dan yang dimaksudnya ialah “Kamu tidak demokratis, tukang paksa, abang kuasa, mau menang sendiri, penindas.” Dalam hal ini kata “fasis” telah memperoleh perluasan makna, melampaui makna orisinalnya, namun intisari pengertiannya masih ada.
Berbasis atau mati
Negeri Nazi-Jerman tahun 1930-an adalah contoh tempat sikap fasis dipraktikkan dengan gencar. Pemuda Hitler dan Pasukan Kemeja Coklat yang bertindak sebagai tukang pukul memaksa rakyat untuk tunduk dan patuh pada perintah. Semboyan mereka ialah “Marschieren oder Krepieren”, artinya berbaris atau mati. Kaum fasis selalu melakukan kekerasan terhadap orang atau golongan yang tidak mereka sukai. Mengapa kita teringat buku kecil Sjahrir tahun 1945 “Perdjoeangan Kita” yang menyebutkan soal fasis? Karena pada hakikatnya hal itu 60 tahun kemudian belum hapus dalam masyarakat kita. Tabiat dan sikap fasis adalah salah satu warisan dari zaman dulu. Kalau kita baca berita tentang Farid Faqih seorang aktivis sosial dari sebuah LSM datang ke Aceh turut memberikan bantuan kepada para korban tsunami telah ditahan oleh militer karena dituduh mengambil barang milik orang lain, lalu digebuk ramai-ramai oleh perwira dan perjuritnya, apakah kejadian itu suatu manifestasi kemarahan dan letupan emosional semata-mata di pihak militer bersangkutan? Menjelang berakhirnya rezim Orde Baru Soeharto, tatkala terjadi demo-demo mahasiswa dan rakyat terhadap pemerintah, maka terdengar berita tentang penculikan-penculikan yang dilakukan oleh sekumpulan militer yang mendapat didikan khusus memadamkan huru hara di kota-kota. Ternyata korban banyak yang hilang, tidak diketahui lagi selama-selamanya, dan mereka yang bisa keluar bercerita tentang siksaan-siksaan badan yang mereka alami. Bukankah ini juga manifestasi sikap fasis?
Kita tidak boleh menutup mata terhadap peristiwa kekerasan. Kita harus jujur mengakui sikap fasis adalah sebuah tabiat yang kita warisi. Kalau sudah mengakui itu, maka usaha kita berikut ialah bersama-sama menghilangkan segala yang bersifat fasis, dan belajar melaksanakan kehidupan yang beradab dan berperikemanusiaan.***
Penulis adalah , Wartawan senior.
Sumber : Pikiran Rakyat, 09 Maret 2005

Jumat, 20 Februari 2009

Islam Agama Dakwah Bukan Ibadat...

Salam semua...
Solat di Masjidil Haram di Mekah mendapat pahala berlipat ganda berbanding di tempat-tempat lain. Tidak hairanlah kita tidak digalak bersusah payah bermusafir ke satu-satu masjid kecuali Masjid al-Haram,Masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsa.
Kedua, dari segi kehebatan martabat ialah Masjid Nabawi di Madinah.

Ini bermakna jika kita dapat beribadat, solat, iktikaf, baca al-Quran di dalam 2 masjid ini tentunya lebih dapat banyak pahala. Kalau boleh, tak perlulah pergi masjid lain.

Betul tak? Kenapa para sahabat susah-susah nak keluar berdakwah, menyebarkan Islam ke tempat lain sedangkan kalau mereka duduk dalam masjid Nabawi lagi boleh buat banyak pahala. Satu persoalan besar ni.

Kenapa Abu Ayyub al-Ansari pergi jauh ke Constantinople nak sebar Islam? Kenapa Ummu Haram jumpa nabi saw minta tolong agar didoakan dia menjadi antara orang pertama yang akan berdakwah ke Pulau Cyprus? Kenapa Amru bin al-As beriya-iya nak buka Mesir? Kenapa Muawiyah bin Abu Sufyan pujuk Khalifah Umar al-Khattab, kemudian Khalifah Uthman bin Affan untuk membuka Pulau Cyprus, Pulau Rhodes dan Pulau Arwad?
Duduk ajelah kat Masjid Nabawi, baca al-Quran, zikir. Pahala pun banyak.

Ya...inilah Islam. Islam bukan hanya untuk diri sendiri. Mengaji, zikir, cari pahala sendiri tapi tak mahu fikir untuk berdakwah pada orang lain. Islam adalah agama dakwah.
Teruskan kita membaca Qunut Nazilah untuk saudara-saudara kita di Palestine.

Kamis, 19 Februari 2009

Soedarpo Sastrosatomo dan Kehampaan Ideologi

OlehH Rosihan Anwar
Dalam Sinar Harapan Rabu, 24 Oktober 2007
Soedarpo Sastrosatomo (1920-2007) yang meninggal dunia di Jakarta tanggal 22 Oktober 2007 dan dikebumikan di Tanah Kusir sebelah makam Bung Hatta, dikenal publik sebagai seorang pengusaha pelayaran dan perkapalan. Pada tahun 1964 dia mendirikan perusahaan pelayaran Samudera Indonesia yang dibinanya sampai menjadi besar, kendati banyak kendala politik dan ekonomi yang dihadapinya. Di zaman Orde Lama orang-orang kalangan PKI (Partai Komunis Indonesia) membuat kehidupannya tidak nyaman, lantaran dia dikenal sebagai orang PSI (Partai Sosialis Indonesia) pimpinan mantan PM Sutan Sjahrir. Di zaman Orde Baru dia mendapat tekanan politik dari Jenderal Ali Moertopo, Kepala Intel Presiden Soeharto Opsus (Operasi Khusus); dan perusahaannya digerogoti oleh anak-anak Soeharto yang mulai berekspansi mendirikan kerajaan bisnis aneka ragam, termasuk pelayaran, sehingga Samudera Indonesia terjepit dan lahan rezekinya diambil bagitu saja. Ditahan dan masuk penjara pun tak asing bagi Dirut Samudera Indonesia pada masa itu. Kendati begitu dia berhasil mengatasi badai kesulitan yang menerpa dirinya. Bendera Samudera Indonesia bisa berkibar terus. Dan tatkala ruang gerak Samudera Indonesia dibuat semakin sempit oleh pihak-pihak yang mencemburuinya, Soedarpo mengambil langkah yang dalam jangka waktu panjang jauh memandang ke masa depan. Dipersulit beroperasi di lautan sekitar: Nusantara Indonesia, dia melakukan “lompatan” keluar, lalu mendirikan perusahaan cabang di Singapura yang didaftarkan di sana dan bertindak sebagai perusahaan otonom untuk melaksanakan feeder-service, angkutan kargo barang ke berbagai pelabuhan di Asia, beroperasi antara lain dari Singapura ke Mumbay di India, Dhubai di Teluk, dan Shanghai di Asia Timur. Samudera Shipping Lines (SSL) yang didirikan Soedarpo di Singapura tahun 1993 yang melayani pelabuhan di Indonesia dan pelabuhan di ASEAN, kini merupakan perusahaan yang sehat. Prestasi Soedarpo diakui pihak internasional, sehingga pada tanggal 28 September 2000 dia dianugerahi penghargaan Maritime Asia Awards 2000, lalu dilantiklah dia di Bangsal Kemasyhuran sebagai Chairman of Indonesia’s Samudera Group ke dalam Maritime Asia Hall of Fame. Citra umum atau public image Soedarpo adalah sebagai pengusaha yang sukses di bidang pelayaran. Dia dijuluki sebagai “Raja Kapal” di Indonesia.Akan tetapi itu baru satu segi dari pribadi Soedarpo. Dia juga dikenal sebagai pejuang pada awal revolusi untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Dia termasuk tangan kanan PM Sjahrir ketika mengurus penerangan luar negeri Kementerian Penerangan yang melayani keperluan para koresponden asing, yang mulai berdatangan ke Jakarta meliput revolusi.DiplomatDia dikirim Sjahrir bertugas di perwakilan Indonesia di New York tahun 1948-50 dan bersama LN Palar, Dr Soemitro Djojohadikusumo, Soedjatmoko dia melawan politik Belanda di forum Dewan Keamanan PBB untuk mengembalikan penjajahan di Indonesia. Sebagai diplomat Soedarpo cukup berhasil. Soedarpo karena jadi anggota PSI (Partai Sosialis Indonesia) pimpinan Sutan Sjahrir, tak boleh tidak menaruh perhatian terhadap soal-soal politik. Dia tidak menyembunyikan fakta bahwa secara ideologis dia seorang sosialis, atau lebih lengkap sebutannya sabagai sosialis-demokrasi. Dia memberikan dana dan pikiran untuk mengembangkan kader-kader sosialis. Oleh karena itu, dia kesal ketika Presiden Soekarno tahun 1960 melarang Masyumi dan PSI. Sebab usaha mengakarkan ideologi sosialisme terkapar adanya.Dengan prihatin dia mengamati bagaimana di zaman Orde Baru Soeharto, para perwira TNI yang bertugas sebagai petatar P-4 selalu menekankan bahwa “musuh kita di sebelah kiri adalah PKI, dan di sebelah kanan adalah Masyumi-PSI”. Dia meyakini sedari semula bahwa politik Soeharto memicu pertumbuhan ekonomi, menempuh segala cara untuk mencapai target, bersikap pragmatis dan oportunistis. Sedangkan perhatian tidak diberikan bagi perlunya bangsa mempunyai sebuah ideologi, ini pasti pada suatu hari akan membawa pada kehancuran. Hal itu telah kita saksikan dan alami. Kehampaan atau vakum ideologi telah mengakibatkan Indonesia kehilangan arah, tujuan, dan pegangan. Indonesia tidak saja terpuruk dalam hal ekonomi, tapi juga kehilangan martabat dan kehormatan diri akibat kehampaan ideologi.Soedarpo ingin sekali agar Indonesia punya ideologi yang jelas dan cocok. Baginya itu adalah sosialis-demokrat. Oleh karena itu di waktu belakangan ini dalam lingkungan terbatas dan privat dia selalu memberi dorongan, agar muncul generasi baru yang tegas berkata, “Stop keadaan negeri ini tidak punya ideologi”. Janganlah malu-malu menganjurkan, mari menyatakan kita adalah kaum sosialis-demokrat. Barulah dengan begitu kita punya visi dan misi yang mantap ke masa mandatang. Kini Soedarpo Sastrosatomo sudah tak ada lagi. Tapi kita bisa berusaha melaksanakan cita-citanya di bidang ideologi.
Penulis adalah wartawan senior.

Sabtu, 14 Februari 2009

Perlunya Mengetahui Kronologi Sejarah Sejal Awal...


Assalamualaikum semua. Saya hanya ingin menyebut bahawa ramai antara kita yang tidak mengetahui kronologi sejarah Islam. Mereka tahu sejarah secara terpisah-pisah. Oleh sebab itulah sebaik sahaja saya diberi jadual mengajar kelas tingkatan 4, saya mulakan mengajar sejarah Islam dengan memaparkan kronologi sejarah dahului daripada A-Z.
Sebagai contoh, selepas umat Islam pimpinan Sultan Muhammad al-Fatih berjaya membuka Constantinople (pusat Kristian Ortodoks) tahun 857H, pihak-pihak Kristian mula menumpukan kepada agenda mereka di bahagian barat.
Akhirnya tahun 897H, musuh Islam berjaya menjatuhkan Andalus (Sepanyol). Setelah menyedari umat Islam begitu kuat di timur di bawah pimpinan Kerajaan Uthmaniyyah, maka musuh menumpukan bahagian barat Eropah.
Setelah itu mereka mula mengembara ke kawasan yang jauh (selain di Turki) dengan menjajah kawasan2 tersebut termasuklah negeri Melaka.
Tidak hairanlah Sepanyol, Portugis yang menjadi kuasa penjajah lebih mendukung mazhab Kristian Katolik kerana Kristian Ortodoks (Istambul) telah tumbang di tangan umat Islam. Pusat Ortodoks telah berpindah ke Moscow.
Ilustrasi gambar Sultan Muhammad al-Fatih yang berjaya menjatuhkan Byzantine dan pusat Kristian Ortodoks di Istanbul (Constantinople).

Selasa, 10 Februari 2009

Buku Terbaru Sahrulazmi Bakal Datang Menemui Anda...


Salam buat semua yang sudi menyokong insan yang kerdil ini di sepanjang perjalanannya dalam menghasilkan hasil-hasil karyanya. Syukran jazilan khas buat KarnaDya iaitu Kak Aina Emir, Uncle Arif, Hairul, Irfan, Faiz, Norli, Ana dan semua orang kuat Karnadya. Juga buat semua yang sudi membaca karya-karya Sahrulazmi Sidek yang cuma baru ingin bertatih dalam dunia penulisan tetapi memiliki cita-cita yang besar. Syukran semua...

Buku Terbaru Sahrulazmi Bakal Datang Menemui Anda...

Minggu, 08 Februari 2009

Konflik politik zaman Kerajaan Umayyyah

Sepanjang 91 tahun memerintah kerajaan yang luas dari tahun 40-132H dan menjadi penguasa tunggal memerintah Andalus, Afrika, Mesir, Semenanjung Arab, pulau-pulau Mediterranean, Armenia, Syam, Iraq, Iran, al-Sind, Ma Wara' al-Nahar tentulah menghadapi zaman turun naik.

Perlantikan Yazid b. Mucawiyah sebagai Wali al-cAhd (putera mahkota)

Pada zaman Mucawiyah b. Abu Sufyan, beliau sendiri menghadapi suasana yang tidak stabil apabila menghadapi dua kumpulan yang menentangnya iaitu Khawarij dan kumpulan al-cAliwiyyin. Kedua-dua kumpulan ini banyak bertebaran di Kufah dan Basra dan menjadikan Iraq sebagai medan perjuangan mereka. Sehingga dikatakan keadaan di Iraq sepanjang zaman pemerintahan Mucawiyah b. Abu Sufyan tidak dapat stabil sepenuhnya sekalipun dipimpin oleh gabenor yang hebat dan ia merupakan kawasan yang paling rumit.

Perlantikan Yazid b. Mucawiyah menjadi Wali al-cAhd yang akan menggantikan Mucawiyah b. Abu Sufyan sebagai khalifah merupakan isu paling besar yang menyebabkan ramai menolak Mucawiyah b. Abu Sufyan dan mengkritik beliau kerana telah melakukan cara perlantikan khalifah yang tidak pernah dilakukan oleh Khulafa’ al-Rasyidin sebelumnya. Mucawiyah b. Abu Sufyan telah melantik Yazid b. Mucawiyah dan umat Islam telah bersetuju untuk membaiahnya kecuali beberapa orang tokoh seperti Husin b. cAli, cAbd Allah b. cUmar dan cAbd Allah b. al-Zubayr. Idea perlantikan Yazid dikemukakan oleh gabenor Mucawiyah b. Abu Sufyan di Kufah iaitu Al-Mughirah b. Syucbah. Cadangan Mucawiyah b. Abu Sufyan untuk memilih bakal penggantinya itu dengan tujuan mengelakkan perpecahan masyarakat Islam dan demi menjaga kesepaduan mereka.

Rabu, 04 Februari 2009

Sejarahku sendiri

Pagi itu rupa-rupanya pagi terakhir buat ibu mertuaku Hajah Rahmah binti Mahmud. Jam 6 pagi aku menerima panggilan daripada abang Umaq yang dalam keadaan hiba memberitahu keadaan ibu yang sungguh tenat.
Kami sekeluarga segera menyiapkan diri untuk bergerak dari Kelang ke Hospital Sultanah Bahiyyah, Alor Setar. Jam 12.15 tgh kami tiba untuk melawat ibu yang terbaring di atas katil wad icu. Anak-anakku berlima menangis kerana tidak diberi izin untuk menjenguk wajah toknya yang tenat ketika itu.
Setelah selesai anak-anak membaca yasin, tepat jam 6.15 ptg, 28 Januari 2009 ibu kembali mengadap Tuhan Yang Maha Esa. Kami reda dengan linangan air mata kerana ibu cukup baik melayanku sebagai menantunya.
Ayah segera menghampiriku untuk berpesan agar aku mengimami solat jenazah ibu esok hari. Malam itu kami semua tidur menjaga jenazah ibu yang terbaring kaku dengan iringan bacaan Yasin dan doa.
Walaupun dihadiri oleh ratusan manusia dan para ustaz, ayah tegas agar aku sendiri yang mengimami solat jenazah ibu. Aku akur walaupun bimbang akan mengalirkan air mata di saat aku bersolat.
Kuminta agar isteriku turut menyertai memandikan jenazah ibunya sendiri sebagai penghormatan terakhir.
Akhirnya ibu disemadikan di tanah perkuburan Behor Chicak, Kangar.
Seorang wanita 70an menyapaku "Ustaz! seumur hidup makcik di Perlis, makcik tak pernah lihat seorang ibu diimamkan oleh anaknya sendiri" seolah akur dengan apa yang telah aku lakukan. "Ini sahaja yang dapat saya lakukan untuk arwah ibu makcik" aku menjawab.
Selama 3 hari aku terus menziarahi kubur ibu. Sayunya aku dihari terakhir sebelum aku pulang ke Kelang apabila aku sempat lagi singgah di perkuburan ibu. Walaupun saat itu jam 12 tgh dan cuaca amat terik, aku lihat basahan air yang semalam ku sirami atas tanah perkuburan ibu masih jelas basah dan terlihat kesan curahan airnya.
Amin, moga ibu dirahmati Allah dan aman di alam barzakh. Semoga kita dihimpun nanti di dalam syurga Allah.

Permulaan Kerajaan Umayyah

Selepas kematian cAli b. Abu Talib, umat Islam telah melantik puteranya iaitu al-Hasan b. cAli sebagai khalifah yang baru, tetapi kerana menjaga kesatuan umat Islam ketika itu, al-Hasan telah mengambil keputusan untuk menarik diri daripada jawatan tersebut. Dengan perletakan jawatan tersebut oleh al-Hasan b. cAli dan dilantik Mucawiyah b. Abu Sufyan sebagai khalifah pada tahun 41H/656M yang disebut sebagai cAm al-Jamacah maka bermulalah zaman Kerajaan Umayyah yang kemudian telah memilih Damsyik, Syam sebagai pusat pemerintahan kerajaan mereka. cAm al-Jamacah (Tahun Perdamaian) berlaku pada tahun 41H/656M apabila al-Hasan b. cAli dan Mucawiyah b. Abu Sufyan berkumpul lalu al-Hasan bersetuju untuk menyerahkan jawatan khalifah kepada Mucawiyah selepas beliau menjawat jawatan tersebut selama 7 bulan dan 7 hari. (Lihat Al-cAsfari, 1414H/1993M, Tarikh Khalifah b. Khayyat, hlm. 152; Ibn al-‘Athir, jil. 3, hlm. 271) Mucawiyah b. Abu Sufyan telah dibaiah oleh umat Islam di Kufah dan kemudian beliau telah kembali semula ke Syam. Beliau telah melantik Al-Mughirah b. Syucbah (w.50H/670M) sebagai gabenornya di Kufah. Mucawiyah b. Abu Sufyan sememangnya mendapat pengiktirafan apabila sahabat yang masih hidup dan sebahagian besar umat Islam telah membaiah beliau serta mengiktirafnya sebagai khalifah yang sah. Bahkan mereka merestui kepimpinannya sebagai orang yang paling layak memimpin umat Islam dan memikul tanggungjawab tersebut ketika itu. Mucawiyah b. Abu Sufyan telah menasabkan kerajaan yang diasaskannya ini kepada nama moyangnya iaitu Umayyah b. cAbd Shams sebagai strategi politik untuk menyatukan semua anak cucu Umayyah untuk menyokongnya.

Selasa, 03 Februari 2009

RIPRESS

RIPRESS adalah singkatan dari "Republik Indonesia Press" Sebuah badan penyiaran berita per Cq press seperti Kantor Berita "ANTARA" yang beroperasi di masa Perang Rakyat 1948/1949 atau yang lebih dikenal sebagai Clash II. RIPPRESS diselenggarakan oleh Perwira Penerangan MBKD bersama RRI dan PHB:GM II sejak tanggal 24 Mei 1949 sampai tanggal 3 Agustus 1949, setiap malam dari jam 19.00 - 20.00 (Waktu Djawa) dengah gelombang 14.4 KC. Berita-berita yang disiarkan dikutip 'dari laporan pertempuran, pengumuman/komunike Pemerintahan Militer RI, kawat/radiogram dari PDRI. Panglima Besar APRI, KSAP, PPTP, PPTS para Gubernur Militer (I-IV dan Sumatera Selatan) dan para Komandan Brigade/ pertempuran di Jawa dan Sumatera.
Kawat-kawat dan dokumen-dokumen lainnya itu diterima dan dikirim dari markas komando Gubernur Militer II di desa Balong, kecamatari Jenawi, Surakarta, di Gunung Lawu. Perlu diketahui bahwa di Balong ada 3 buah pemancar radio, yaitu dari RRI Pusat, PHB GM II dan RIPRESS.
PHB BM II mengirim dan menerima kawat/radiogram ke dan dari PDRI di Sumatera, dan para Gubernur Militer serta PHB Pusat di daerah Yogyakarta. Sebelum Wonosari diduduki Belanda pada tanggal 10 Maret 1949, hubungan tersebut diselenggarakan oleh pemancar PHB Pusat di Wonosari. Tetapi sejak tanggal 10 Maret 1949 pemancar PHB GM II di Balong mengoper tugas pemancar di Wonosari.
RRI mengadakan siaran-siaran dalam dan luar negeri tiap malam dari jam 19.00 - 20.00 dalam Bahasa Indonesia, Belanda, Inggris, dan Perancis, sedang RIPRESS menyiarkan Cq press ke luar negeri dan siarannya dapat diterima di Amerika Serikat dan Eropa.
Pada waktu Balong diserbu tentara Belanda pada tanggal 3 Agustus1949 semua pemancar radio masih dapat diselamatkan. Demikian juga sejumlah lebih dari 800 dokumen RIPRESS tidak jatuh di tangan Belanda dan sampai sekarang masih tersimpan baik-baik. Sebagian dari dokumen-dokumen tersebut dihimpun dalam bendel ini (salinan)/ foto copy dari aslinya. Dari dokumen-dokumen ini dapat diketahui, bahwa Pemerintah RI selama Clash II masih tetap menjalankan tugasnya sebagai Pemerintahan Negara yang Berdaulat, Angkatan Perang RI masih lengkap, utuh mampu melakukan perlawanan sebagai Angkatan Perang yang terorganisasi dan secara total bersama rakyat.
Setelah tercapai gencatan senjata pada tanggal 11 Agustus 1949 dan Kantor Berita "ANTARA" bekerja kembali, RIPRESS menghentikan siaran-siaran.

Ditulis di Jakarta,1993
Oleh Ex Perwira Penerangan Markas Besar Komando Djawa (MBKD)
Mayor Maladi



◄ New Post Old Post ►
 

Copyright 2012 Liputan Sejarah Indonesia: Februari 2009 Template by Bamz | Publish on Bamz Templates